Jumlah Pengunjung

Rabu, 25 November 2020

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

 Dalam kehidupan kita dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Demikian juga dalam kehidupan masyarakat, selalu ada perubahan baik dari unsur-unsur sosial maupun unsur-unsur budaya, sehingga muncul istilah perubahan sosial dan perubahan budaya.

Perubahan sosial adalah adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda yang ada dalam kehidupan sosial, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan sosial baru. Dengan kata lain, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur sosial atau organisasi sosial yang meliputi perubahan dalam sikap, perilaku, norma, sistem nilai, dan pola-pola perilaku.
Unsur-unsur sosial dalam masyarakat meliputi sebagai berikut.
a.    nilai-nilai sosial,
b.    norma-norma sosial,
c.     pola-pola perikelakuan,
d.    organisasi,
e.    susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,
f.      lapisan-lapisan dalam masyarakat,
g.    kekuasaan dan wewenang,
h.    interaksi sosial, dan
i.      hubungan sosial.
Perubahan kebudayaan adalah adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Unsur-unsur kebudayaan dikenal sebagai tujuh unsur yang universal, yaitu:
a.    bahasa,
b.    sistem pengetahuan,
c.     organisasi sosial,
d.    sistem peralatan hidup dan teknologi,
e.    sistem ekonomi dan mata pencaharian,
f.      sistem religi, dan
g.    kesenian.   

Perubahan sosial dan perubahan budaya erat hubungannya satu sama lain. Antara keduanya saling mempengaruhi yang bersifat terus-menerus dan menyangkut seluruh aspek kehidupan. Hubungan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, adalah sebagai berikut.
a.    Perubahan kebudayaan sering mempengaruhi perubahan sosial. Misalnya, bila suatu negara mengubah bentuk pemerintahannya, perubahan itu akan mempengaruhi lembaga-lembaga sosial, struktur kelas sosial, cara-cara berinteraksi, dan peraturan-peraturan yang berlaku.
b.    Tidak semua perubahan kebudayaan mempengaruhi perubahan sosial. Misalnya, perubahan mode pakaian dan perubahan logat suatu bahasa tidak mempengaruhi perubahan sosial.

  1. Sifat Perubahan
Secara ringkas dapat kita ketahui bahwa sifat perubahan adalah sebagai berikut.
a.     Merupakan hal yang wajar
b.     Mesti harus terjadi
c.     Gejala bersifat umum
d.     Selama masih ada masyarakat mesti akan mengalami perubahan
e.     Menarik, menyolok, atau hanya biasa-biasa saja
f.      Ada yang pengaruhnya terbatas, atau berpengaruh luas
g.     Bisa lambat bisa cepat
h.     Bisa diamati atau sama sekali tidak disadari.

  1. Karakteristik Perubahan Sosial dan Budaya
Dengan memahami definisi perubahan sosial dan budaya di atas, maka suatu perubahan dikatakan sebagai perubahan sosial budaya apabila memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.     Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, oleh karena setiap masyarakat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat.
b.     Perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
c.     Perubahan-perubahan sosial yang cepat, biasanya mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang sementara sifatnya di dalam proses penyesuaian diri.
d.     Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja, oleh karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
e.     Secara tipologis maka perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai proses sosial (social process), segmentasi (segmentation), perubahan struktural (structural change), dan perubahan dalam struktur kelompok (changes in group structure).

  1. Teori-teori tentang perubahan sosial.
Beberapa teori tentang perubahan sosial adalah sebagai berikut.
a.     Teori Evolusi (Evolutionary Theory)
     Tokoh yang berpengaruh pada teori ini adalah Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies.
      Durkheim berpendapat bahwa perubahan karena evolusi mem­pengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja. Sedangkan Tonnies memandang bahwa masyarakat berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan erat dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan yang terspesialisasi dan impersonal. Akan tetapi perubahan-perubahan tersebut tidak selalu membawa kemajuan, kadang bahkan membawa perpecahan dalam masyarakat, individu        menjadi terasing, dan lemahnya ikatan sosial seperti yang terjadi dalam masyarakat perkotaan.                             
      Teori ini hanya menjelaskan bagaimana perubahan terjadi tanpa mampu menjelaskan mengapa masyarakat berubah.
b.    Teori Konflik (Conflict Theory)
Tokoh dalam teori ini adalah Ralf Dahrendorf. Ia berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Ia yakin bahwa konflik dan pertentangan selalu ada dalam setiap bagian masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik, yaitu konflik sosial dan perubahan sosial, selalu melekat dalam struktur masyarakat. Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial.
c.     Teori Fungsionalis (Functionalist Theory)
Teori fungsionalis berusaha melacak penyebab perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi mempengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubah­an sosial yang tingkatnya moderat.
Konsep kejutan budaya (cultural lag) dari William Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsionalis ini. Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsur lainnya tidak secepat itu sehingga tertinggal di belakang. Ketertinggalan itu menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsur-unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat.
Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan, norma, nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku yang baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
d.    Teori Siklis (Cyclical Theory)
Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang menarik dalam melihat pe­rubahan sosial. Teori ini ber­anggapan bahwa perubahan sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapa pun, bahkan orang-orang ahli sekali­ pun. Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus di­ikutinya. Menurut teori ini ke­bangkitan dan kemunduran suatu peradaban (budaya) tidak dapat dielakkan, dan tidak selamanya perubahan sosial mem­bawa kebaikan.
Oswald Spengler mengemukakan teorinya bahwa setiap masyarakat berkembang melalui empat tahap perkembangan seperti pertumbuhan manusia, yaitu: masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua.

  1. Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi di dalam masyarakat, dapat dibedakan sebagai berikut.
a.     Berdasarkan kecepatan perubahan
1)    Evolusi
Evolusi adalah perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, di mana terdapat suatu rentetan perubahan-perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat.
2)    Revolusi
Revolusi adalah perubahan yang sangat cepat, radikal, dengan menghancurkan seluruh tatanan lama untuk digantikan dengan tatanan baru, dan seringkali disertai dengan kekerasan serta jumlah korban yang besar.
Secara sosiologis, agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain:
a)    Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b)    Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
c)     Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat.
d)    Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut terutama sifatnya konkrit dan dapat dilihat oleh masyarakat.
e)     Harus ada “momentum” untuk revolusi.


b.    Berdasarkan besar kecilnya pengaruh yang ditimbulkan
1)    Perubahan-perubahan yang kecil pengaruhnya
Perubahan kecil adalah perubahan pada bagian kecil dari satu unsur budaya yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi seseorang atau masyarakat. Misalnya peurbahan dalam mode pakaian dan rambut merupakan bagian kecil dari unsur kesenian yang kurang berarti bagi aspek-aspek kehidupan secara menyeluruh dalam masyarakat.
2)    Perubahan-perubahan yang besar pengaruhnya
Perubahan besar adalah suatu perubahan yang berpengaruh pada masyarakat sehingga terjadi perubahan pada sistem sosial budaya, yaitu terjadinya perubahan pola berpikir struktur masyarakat, sistem hubungan kerja, sistem mata pencaharian, dan stratifikasi sosial sebagai akibat dari pengaruh industrialisasi. Sebagai contoh, suatu proses industrialisasi pada masyarakat yang agraris, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh yang besar pada masyarakat. Berbagai lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh olehnya seperti misalnya hubungan kerja, sistem pemilikan tanah, hubungan-hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya.
c.     Berdasarkan ada tidaknya perencanaan perubahan
1)    Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang direncanakan (planned-change) merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat.
Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial.
2)    Perubahan-perubahan sosial yang tidak dikehendaki (unintended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change), merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat.
  1. Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya
a.     Faktor Internal
Faktor internal atau sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri adalah sebagai berikut.
1)    Bertambah atau berkurangnya penduduk
Pertambahan penduduk yang terjadi sangat cepat menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama pada lembaga kemasyarakatannya. Misalnya, orang mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, bagi hasil dan lain sebagainya yang sebelumnya belum dikenal.
Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan karena perpindahan penduduk. Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam bidang pembagian kerja yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. perpindahan penduduk telah berlangsung selama ratusan ribu tahun lamanya di dunia ini.
2)    Penemuan-penemuan baru
Penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dibedakan menjadi dua, yaitu discovery dan invention.
Discovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa suatu alat baru, ataupun yang berupa suatu ide yang baru, yang diciptakan oleh seorang individu atau suatu rangkaian ciptaan-ciptaan dari individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan.
Invention adalah penemuan baru yang sudah diakui, diterima, serta diterapkan oleh masyarakat. Sehingga discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu.
Pendorong bagi individu-individu untuk mencari penemuan-penemuan baru antara lain:
a)    kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam kebudayaan,
b)    kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan,
c)     perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat
3)    Pertentangan (conflict)
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
4)    Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri.
Revolusi adalah faktor penyebab perubahan sosial budaya yang sangat cepat dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur-struktur lembaga masyarakat.

b.     Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat itu. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya adalah sebagai berikut.
1)    Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia.
Perubahan lingkungan alam bisa menjadi penyebab utama perubahan sosial budaya. Sebagai contoh adalah bencana tsunami yang terjadi di Aceh yang menyebabkan kehidupan masyarakat nelayan berubah menjadi petani setelah dievakuasi ke dataran tinggi. Masyarakatnya harus pindah dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru, tentu dengan sistem sosial budaya yang baru pula.
2)    Peperangan
Peperangan menyebabkan perubahan sosial budaya pada banyak aspek. Negara yang kalah perang akan dipaksa untuk menerima nilai-nilai yang dibawa oleh negara yang memenangkan perang. Contohnya adalah perang antara Amerika dan sekutu terhadap Irak, yang menyebabkan Amerika dan sekutu berupaya untuk mempengaruhi sistem politik, sosial, dan budaya di negara Irak.
3)    Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
Dalam kaitannya dengan pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dikenal istilah-istilah sebagai berikut.
a)    Akulturasi (cultural contact), yaitu suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun unsur kebudayaan asing tersebut melebur atau menyatu ke dalam kebudayaan sendiri (asli), tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama.
b)    Difusi, yaitu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain.
c)     Penetrasi, yaitu masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara paksa, sehingga merusak kebudayaan lama yang didatangi.
Apabila kebudayaan baru seimbang dengan kebudayaan setempat, masing-masing kebudayaan hampir tidak mengalami perubahan atau tidak saling mempengaruhi, disebut hubungan symbiotic.
d)    Invasi, yaitu masuknya unsur-unsur kebudayaan asing ke dalam kebudayaan setempat dengan peperangan (penaklukan) bangsa asing terhadap bangsa lain.
e)    Asimilasi, yaitu proses penyesuaian (seseorang/kelompok orang asing) terhadap kebudayaan setempat.
Dengan asimilasi kedua kelompok baik asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan.
Penyebab asimilasi antara lain: toleransi, rasa simpati, kesamaan kepentingan, dan perkawinan.
f)      Hibridisasi, yaitu perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk setempat.
g)    Milenarisme, yaitu salah satu bentuk kebangkitan yang berusaha mengangkat golongan masyarakat bawah yang tertindas dan telah lama menderita dalam kedudukan sosial yang rendah.
h)    Adaptasi, yaitu proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh organisme pada lingkungannya dan perubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan pada organisme (penyesuaian dua arah).
i)      Imitasi, yaitu proses peniruan kebudayaan lain tanpa mengubah kebudayaan yang ditiru.

  1. Faktor Pendorong Dan Penghambat Perubahan Sosial Budaya
a.    Faktor-faktor pendorong proses perubahan sosial budaya
Faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan adalah sebagai berikut:
1)    Kontak dengan kebudayaan lain
Masyarakat yang mengalami kontak dengan kebudayaan lain (sebagai kebudayaan baru) cenderung akan terpengaruh oleh kebudayaan tersebut sehingga menghasilkan perubahan dalam kehidupan masyarakatnya. Proses tersebut berlangsung melalui difusi (diffusion) yaitu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke individu atau masyarakat lain.
2)    Sistem Pendidikan formal yang maju
Pendidikan akan memberikan nilai-nilai tertentu kepada manusia, terutama dalam membuka pikirannya, menerima hal-hal baru, maupun cara berfikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir secara obyektif, rasional, dan melihat ke masa depan, berusaha menciptakan kehidupan yang lebih maju.
3)    Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
Sikap positif masyarakat terhadap berbagai karya yang dihasilkan oleh anggota masyarakatnya merupakan indikasi bahwa masyarakat tersebut ingin maju lewat karya-karya baru warganya. Kenyataan ini dapat mendorong masyarakat untuk selalu berprestasi melalui berbagai penemuan-penemuan baru lewat hasil karya mereka yang diharapkan dapat membawa perubahan dan kebaikan dalam kehidupan masyarakatnya.
4)    Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan delik (pelanggaran hukum)
Adanya sikap toleransi terhadap penyimpangan yang terjadi di masyarakat dalam bentuk penyimpangan dari kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakatnya (akan tetapi bukan penyimpangan dalam arti delik/pelanggaran hukum) menyebabkan masyarakat memiliki keberanian untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari kebiasaan-kebiasaan yang ada, sehingga terjadi perubahan di dalam kehidupan masyarakatnya.
5)    Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat (open stratification)
Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka merupakan sistem yang memberikan peluang atau kesempatan kepada setiap warga masyarakat untuk mengalami mobilitas sosial vertikal secara luas, dimana setiap warga masyarakat memiliki kesempatan untuk meraih prestasi dan memiliki kedudukan/status sosial yang lebih tinggi.
6)    Penduduk yang heterogen
Di dalam masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai perbedaan latar belakang kebudayaan, ras, ideologi, dan sebagainya, mempermudah terjadinya konflik-konflik dalam masyarakat, sehingga sering muncul goncangan-goncangan yang mendorong terjadinya perubahan kehidupan masyarakat.
7)    Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Ketidak puasan yang berkembang di masyarakat dan telah berlangsung lama, dapat mendorong munculnya sebuah revolusi atau pemberontakan.
8)    Orientasi ke masa depan
Masyarakat yang mampu berpikir ke arah masa depan (memiliki visi, misi, dan tujuan hidup yang jelas) akan terdorong untuk mewujudkan cita-cita masa depannya, sehingga tumbuh sebagai masyarakat yang dinamis, kreatif, yaitu masyarakat yang selalu berusaha menghasilkan penemuan-penemuan baru yang akan mengubah kehidupan masyarakatnya menuju terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan.
9)    Pandangan bahwa manusia harus senantiasa berusaha untuk memperbaiki hidupnya
Berkembangnya keyakinan terhadap nilai-nilai hakekat hidup di mana manusia agar bisa tetap eksis harus berusaha memperbaiki hidupnya, menjadi pendorong masyarakat untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya dengan berusaha merubah kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik.


b.    Faktor-faktor penghambat proses perubahan sosial budaya
Faktor-faktor yang menghambat terjadinya perubahan-perubahan (resistance to change) antara lain sebagai berikut:
1)    Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain.
Kehidupan terasing menyebabkan suatu masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan yang telah terjadi. Hal ini menyebabkan pola-pola pemikiran dan kehidupan masyarakat menjadi statis.
2)    Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
Kondisi ini dapat dikarenakan kehidupan masyarakat yang terasing dan tertutup, contohnya masyarakat pedalaman. Tetapi mungkin juga karena masyarakat itu lama berada di bawah pengaruh masyarakat lain (terjajah).
3)    Sikap masyarakat yang sangat tradisional
Sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau dapat membuat terlena dan sulit menerima kemajuan dan perubahan zaman. Lebih parah lagi jika masyarakat yang bersangkutan didominasi oleh golongan konservatif (kolot).
4)    Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam sangat kuat (vested interests).
Organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan strata akan menghambat terjadinya perubahan. Golongan masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi tentunya akan mempertahankan statusnya tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan terhambatnya proses perubahan.
5)    Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
Integrasi kebudayaan seringkali berjalan tidak sempurna, kondisi seperti ini dikhawatirkan akan menggoyahkan pola kehidupan atau kebudayaan yang telah ada. Beberapa golongan masyarakat berupaya menghindari risiko ini dan tetap mempertahankan diri pada pola kehidupan atau kebudayaan yang telah ada.
6)    Prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing atau sikap yang tertutup.
Sikap yang demikian banyak dijumpai dalam masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa lain, misalnya oleh bangsa Barat. Mereka mencurigai semua hal yang berasal dari Barat karena belum bisa melupakan pengalaman pahit selama masa penjajahan, sehingga mereka cenderung menutup diri dari pengaruh-pengaruh asing.
7)    Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah, biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
8)    Adat atau kebiasaan yang telah mengakar
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adakalanya adat dan kebiasaan begitu kuatnya sehingga sulit untuk diubah. Hal ini merupakan bentuk halangan terhadap perkembangan dan perubahan kebudayaan.
9)    Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki.
Pandangan tersebut adalah pandangan pesimistis. Masyarakat cenderung menerima kehidupan apa adanya tanpa motivasi kuat untuk berusaha. Pola pikir semacam ini tentu saja tidak akan memacu pekembangan kehidupan manusia.

0 komentar:

Posting Komentar